Rabu, 26 November 2014

Riba

Pic. From grup wa fossei jabodetabek

RIBA

RIBA, AJARAN SIAPA?



“indonesia tanah air beta
pusaka abadi nan jaya.

indonesia sejak dulu kala
tetap di puja-puja bangsa.
di sana tempat lahir beta..
dibuai dibesarkan bunda…
tempat berlindung di hari tua..
tempat akhir menutup mata..”

dulu, ada suatu kisah di sebuah negeri
dimana negara bingung kepada siapa memberi
dicarilah oleh sang presiden,

“adakah di sini pemilik lahan pertanian yang belum digarap karena tidak ada biaya?, akan kuberi mereka biaya”,

“tidak ada, baginda!”

“adakah di sini orang-orang yang berhutang yang tidak berfoya-foya, akan kulunasi hutangnya”,

“tidak ada, baginda!”

“adakah di sini pemuda-pemuda yang belum menikah karena tak ada harta, akan kuberi mereka harta untuk menikah”,

“tidak ada, baginda!”.

“lalu kepada siapa kusalurkan surplus pendapatan negara?”, tanya sang presiden penuh retorik, karena memang tidak ada jawaban selain “tidak ada!”.

tahukah kita negeri itu bernama apa?
tahukah kita siapa sang presiden yang bertanya? bukankah itu bukan dongeng tapi fakta? suatu saat, semoga negeri itu bernama indonesia. dan sang presiden, adalah presiden kita.

lalu .. lalu..

lalu bagaimana dengan orang-orang di negeri kita tercinta; Indonesia?

kulihat kolong-kolong jembatan dijadikan perumahan, si miskin mencuri singkong karena kelaparan, si papa membunuh anaknya karena tak ada bekal makanan, si bocah kecil banting tulang tak bersekolah demi dapat membeli susu formula untuk adiknya.

kulihat… kulihat.. kulihat..

ada sepuluh, seratus, bahkan beribu-ribu guratan wajah penuh nestapa karena terjerat sistem ekonomi yang durja…

pinjaman yang beranak pinak,
riba dijadikan tradisi,
bahkan dengan bangga dilegalisasi.

belum cukup itu
di koran-koran dan di website be-i (bank indonesia)
kulihat suku bunga melambung tinggi,
lalu Robert dengan sangat terpaksa berteori tentang “permanennya inflasi”.

semua menjadi mahal..
dan semua bukan dalam negeri khayal.

bukankah aristoteles dan plato sekali pun tidak menghendaki adanya riba.

bukankah orang-orang yahudi sekali pun dilarang mempraktekkan pengambilan bunga dalam undang-undang talmud dan bahkan kitab suci perjanjian lama.

bukankah dalam kitab exodus, kitab  deuteronomy dan kitab levicitus bunga itu dilarang dengan kerasnya.

bukankah dalam perjanjian baru injil lukas ayat 34 dikatakan dengan tegasnya:

“jika kamu menghutangi kepada orang yang kamu harapkan imbalannya, maka di mana sebenarnya kehormatanmu?”

lalu.. bagaiaman dengan kita sebagai muslim?

lupakah kita bahwa alhakim penah meriwayatakan:

“riba itu ada 73 tingkatan. yang paling ringan daripadanya adalah seumpama seseorang menzinai ibunya sendiri”

begitu juga dengan atthabrani:

“satu dirham dari riba yang diambil seseorang, lebih besar dosanya di sisi allah dari 33 kali berzina dalam agama islam”

begitu juga dengan imam muslim dalam sahihnya:

“rasulullah saw melaknat pemakan riba, orang yang membayarnya, juru tulisnya, dan saksi-saksinya. dia bersabda,”mereka semua sama”

tiba-tiba aku menangisi indonesia..

tepat ketika mataku tertuju pada sebuah paragrap yang diriwayatkan alhakim:

““apabila zina dan riba telah merajalela dalam suatu negeri, maka sesunggguhnya mereka telah menghalalkan azab allah diturunkan kepada mereka”

lalu, siapakah sebenarnya yang kita ikuti?

pernahkah kita mencoba tahu tentang ajaran siapa yang kita junjung tinggi ini?

masihkah dengan nada sinis kita berkata:

“bank syariah itu sama asja, tidak ada bedanya dengan bunga!”

dan

masihkah kita dengan bangga mengoleksi sejumlah rekening yang di dalamnya beranak-pinak bunga dan riba.

dan aku tak sanggup lagi melanjutkan ini, setelah mendengar guruku dengan suara tertahan berkata:

“nak, ternyata kita lebih jijik dengan babi yang kandangnya entah dimana dibanding riba yang sehari-hari kita memakannya”.

(MZ)