Rabu, 25 Februari 2015

Mau Pahala Semiliar dalam Sekejap? Mintakan Ampunan Untuk Suadara Seiman!

Mau Pahala Semiliar dalam Sekejap? Mintakan Ampunan Untuk Suadara Seiman!

Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam- keluarga dan para sahabatnya.
Istighfar memiliki keutamaan yang agung dan banyak sekali. Istighfar bisa menjadi sebab datangnya keberkahan pada rizki, keturunan, dan kekuatan. Istighfar juga menjadi sebab turunnya pertolongan Allah dan solusi dari problematika yang dihadapi hamba. Cukup banyak nash Al-Qur'an dan hadits menerangkannya.
Perintah istighfar bukan saja ditujukan untuk dosa mustaghfir (orang yang beristighfar). Tapi juga diperintahkan untuk dimintakan bagi saudara seiman. Sejumlah ayat menunjukkan akan anjuran istighfar model ini.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman kepada Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.” (QS. Muhammad: 19)
Doa Nabiyullah Ibrahim dan Nuh ‘alaihima al-salam menjadi bukti akan keutamaan istighfar untuk kaum mukminin dan mukminat.
رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ
“(Doa Nabi Ibrahim): Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)".” (QS. Ibrahim: 41)
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا تَبَارًا
Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang lalim itu selain kebinasaan".” (QS. Nuuh: 28)
Allah mengabadikan sifat Ahlussunnah wal Jama’ah dalam Al-Qur'an, yang salah satu sifat mereka suka mendoakan kebaikan kepada saudara seiman mereka.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang".” (QS. Al-Hasy: 10)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa’di berkata dalam menafsirkan doa ini, “Doa ini mencakup semua kaum mukminin, terdahulu dari kalangan sahabat, orang sebelum dan sesudah mereka. Ini merupakan bagian dari keutamaan iman, bahwa kaum mukminin sebagian mereka mengambil manfaat dari sebagian yang lain, sebagian mereka mendoakan kebaikan untuk sebagian yang lain karena sebab sama-sama beriman. Di mana iman ini mewajibkan adanya ikatan persaudaraan antar kaum mukminin yang di antara cabangnya adalah sebagian mereka mendoakan kebaikan untuk sebagian yang lain dan sebagian mereka mencintai sebagian yang lain.”
Memohonkan ampunan untuk kaum mukminin adalah bagian dari mendoakan kebaikan untuk mereka. Ini merupakan hak persaudaraan seiman. Yaitu berharap agar Allah memberikan ampunan atas dosa-dosa mereka dengan dihilangkan dosa tersebut dan hukuman atasnya dari mereka.
Tentang keutamaan istighfar untuk kaum mukminan ini ditunjukkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
مَنِ اسْتَغْفَرَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ كَتَبَ اللهُ لَهُ بِكُلِّ مُؤْمِنٍ وَمُؤْمِنَةٍ حَسَنَةً
Siapa yang beritighfar (memintakan ampunan) untuk orang-orang beriman laki-laki dan perempuan maka Allah mencatat kebaikan untuknya sebanyak kaum muminin dan mukminat.”(HR. al-Thabrani dan dihassankan Syaikh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’. Al-Haitsami berkata tentangnya dalam Majma’ al-Zawaid: sanadnya baik)
Ini dikuatkan dengan keterangan lain, bahwa siapa yang mendoakan saudara muslimnya tanpa diketahui oleh yang didoakan maka ada malaikat yang mengaminkan doanya tersebut dan mendoakan kebaikan semisalnya untuk dirinya.
Dari Abu Darda’ Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah bersabda,
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
Doa seorang muslim untuk saudaranya (muslim lainnya) yang tidak berada di hadapannya akan dikabulkan oleh Allah. Di atas kepala orang muslim yang berdoa tersebut terdapat seorang malaikat yang ditugasi menjaganya. Setiap kali orang muslim itu mendoakan kebaikan bagi saudaranya, niscaya malaikat yang menjaganya berkata, “Amin (semoga Allah mengabulkan) dan bagimu hal yang serupa.” (HR. Muslim)
Keutamaan yang besar ini diberikan kepada mereka yang memiliki sifat rahmah kepada saudara seimannya, menginginan kebaikan untuk saudaranya sebagaimana ia menginginkan kebaikan itu untuk dirinya sendiri. Sehingga rahmah yang diberikannya kepada saudaranya seiman menjadikan rahmah dari Dzat yang dilangit turun kepadanya. Bahkan lebih dari itu, pahala melimpah sebanyak orang beriman yang mendapat kebaikan dari doanya tersebut akan diperolehnya.
Ini menuntut dirinya memiliki sifat nush (suka menasihati) mereka. Menyukai kebaikan untuk mereka sebagaimana ia menyukai kebikan itu untuk dirinya sendiri. Ia membenci keburukan atas mereka sebagaimana ia benci keburukan itu menimpa dirinya. karenanya, ia semengat menyuruh mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari perkara-perkara yang membahayakan mereka. Memaafkan kesalahan dan kekeliruan mereka. Ia semangat menjalin ikatan hati dan menghilangkan kedengkian terhadap mereka yang ini bisa menyebabkan perpecahan dan permusuhan, di mana hal ini menyebabkan terjadinya doa dan maksiat. (Diringkas dari keterangan Syaih al-Sa’di dalam Taisir al-Karim al-rahman, tafsir QS. Muhammad: 19) Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]

- See more at: http://www.voa-islam.com/read/doa/2014/05/29/30660/mau-pahala-semiliar-dalam-sekejap-mintakan-ampunan-untuk-suadara-seiman/#sthash.glOGmmVe.dpuf

Perbanyaklah Doa Saat Turun Hujan!

Perbanyaklah Doa Saat Turun Hujan!

Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Air adalah salah satu nikmat Allah yang sangat agung. Ia menjadi sumber kehidupan manuisa, hewan, dan tumbuhan. Semuanya tidak bisa lepas dari air. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS. Al-Anbiya': 30)
Allah telah menyediakan nikmat ini untuk makhluk-makhluk-Nya di bumi. Sumbernya ada yang keluar dari tanah, turun dari langit (hujan), atau mengalir di sungai dan lautan.
. . . air hujan yang turun dari langit ini adalah air penuh berkah. Yakni banyak mengandung kebaikan . . .
Air Hujan salah satu nikmat yang banyak Allah sebutkan dalam Al-Qur'an. Manfaat dan kegunaannya sangat banyak, tidak diketahui detailnya kecuali oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Allah mengabarkan, Dia menghidupkan bumi yang mati dan kering melalui guyuran hujan. Airnya menghidupkan bumi & menghijaukannya.
وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ
Dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan.” (QS. Al-Baqarah: 164)
Dengan sebab hujan, Allah menumbuhkan tanam-tanaman, sayur-mayur dan buah-buahan sebagai sumber makanan, “dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu.” (QS. Al-Baqarah: 21)
Maka air hujan yang turun dari langit ini adalah air penuh berkah. Yakni banyak mengandung kebaikan. Ia bisa menyucikan bumi dari kotorannya, membersihkan badan dari kotoran debu & najis. Ia adalah air suci secara dzat & menyucikan yang lain.
Kita lihat dalam Sunnah, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam sangat berharap banyak kebaikan pada hujan yang Allah turunkan. Beliu berdoa saat melihat hujan yang lebat,
اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا
"Ya Allah, -jadikan hujan ini- hujan yang membawa manfaat -kebaikan-." (HR. Al-Buhari, dari hadits 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha)
Dalam riwayat Muslim, dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, “Dan apabila  'Alaihi Wasallam melihat hujan, beliau membaca: RAHMAH (ini adalah rahmat). (HR. Muslim)
. . . hujan adalah rahmah . . .
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga pernah menyibakkan bajunya agar tubuh beliau terkena air hujan. Saat beliau ditanya tentangnya, beliau menjawab:
لِأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى
Karena sesungguhnya hujan ini baru saja Allah Ta’āla ciptakan.” (HR. Muslim)
Hal ini, sebagaimana dijelaskan Imam Nawawi, karena hujan adalah rahmah. Baru saja diciptakan oleh Allah Ta’ala, maka beliau meminta berkah melaluinya. Caranya dengan membasahi sebagian badan beliau dengan air berkah ini.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga mengajarkan agar memuji Allah 'Azza Wa Jalla, “Kami diberi hujan dengan karunia Allah dan rahmat-Nya.” (Muttafaq ‘Alaih)
Selain itu, beliau juga mengajarkan agar berdoa kepada Allah & meminta kebaikan kepada-Nya saat turun hujan. Karena saat itu termasuk waktu yang mustajab. Maka dianjurkan bagi setiap muslim memperbanyak pada waktu tersebut.
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
اُطْلُبُوا اسْتِجَابَةَ الدُّعَاءِ عِنْدَ الْتِقَاءِ الْجُيُوشِ وَ إِقَامَةِ الصَّلَاةِ وَنُزُوْلِ الْغَيْثِ
"Carilah pengabulan doa pada saat bertemunya dua pasukan, pada saat iqamah shalat, dan saat turun hujan." (HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak: 2/114 dan dishahihkan olehnya. Lihat Majmu' fatawa: 7/129. Al-Albani menghassankannya dalam al-Silsilah al-Shahihah no. 1469 dan Shahih al-Jami' no. 1026)
Dalam Shahih al-Jami’ Al-Shaghir yang berstatus hasan, disebutkan redaksi yang lain, “Dua kondisi yang tidak akan ditolak doa; saat adzan dan dibawah guyuran hujan.
Menurut al-Munawi, maksudnya adalah tidak ditolaknya doa di bawah guyuran hujan, atau jarang sekali ditolak. Karena saat itu adalah waktu turunnya rahmah. Wallahu Ta’ala A’lam. [PurWD/voa-islam.com]
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/doa/2014/11/26/34102/perbanyaklah-doa-saat-turun-hujan/#sthash.QXX1chRT.dpuf

Menghitung Zikir Tasbih; Harus Tangan Kanan Saja?

Menghitung Zikir Tasbih; Harus Tangan Kanan Saja?

Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Para ulama berbeda pedapat tentang menghitung zikir tasbih, tahmid, dan takbir sesudah shalat, apakah harus dengan tangan kanan saja atau boleh dengan tangan kiri juga?
Pertama, bahwa sunnah menghitung zikir tasbih, tahmid, dan tahlil itu dengan tangan kanan saja. tidak boleh menghitungnya dengan menyertakan tangan kiri. Inilah pendapat Syaikh Al-Albani Rahimahullah.
Kedua, bahwa sunnahnya menghitung zikir tasbih, tahmid, dan takbir itu dengan kedua tangan. Tidak ada pembatasan hanya dengan tangan kanan saja. Ini pendapat Syaikh Bakr Abu Zaid Rahimahullah.
Ketiga, yang utama adalah menggunakan tangan kanan dalam menghitung zikir tasbih. Namun dibolehkan juga menyertakan tangan kiri. Ini pendapat ulama Lajnah Daimah.
Anjuran Menghitung Tasbih dengan Tangan
Sejumlah riwayat menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menghitung tasbih dengan tangannya. Beliau juga memerintahkan sahabatnya untuk menghitung tasbih dengan tangan.
Dari Abdullah bin Amr, ia berkata:
رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْقِدُ التَّسْبِيحَ بِيَدِهِ
Aku melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menghitung tasbih.” (HR. Abu Dawud, Al-Tirmidi, Al-Nasai, dan lainnya. Lafadz milik Al-Tirmidzi)
Dari Yusairah binti Yasir Radhiyallahu 'Anha –salah seorang wanita muhajirah- berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah bersabda kepada kami,
عَلَيْكُنَّ بِالتًّسْبِيحِ، وَالتَّهْلِيلِ، وَالتَّقْدِيسِ، وَاعْقِدْنَ بِاْلانَامِلِ فَإِنَّهُنَّ مَسْؤُلاتٍ مُسْتَنْطَقَاتٍ، وَلا تَغْفُلْنَ فَتَنْسَيْنَ الرَّحْمَةَ‏
Hendaknya kalian bertasbih, bertahlil, dan bertaqdis (mensucikan). Dan hitunglah dengan jari jemari, karena itu semua akan ditanya dan diajak bicara, janganlah kalian lalai yang membuat kalian lupa rahmat.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Al-Tirmidzi, dan selainnya)
Menghitung tasbih dengan tangan mengandung makna kedua tangan, kanan dan kiri bersama-sama. Kemudian terdapat riwayat yang mengikat makna tangan ini dengan tangan kanan dalam riwayat Abu Dawud dan al-Baihaqi yang lafadznya, “Ya’qidna al-Tasbiiha bi Yamiinihi” (menghitung tasbih dengan tangan kanannya). Namun tambahan biyaminihi ini masih diperdebatkan keshahihan riwayatnya.
Membawa makna menghitung tasbih dengan tangan kepada tangan kanan dikuatkan oleh hadits ‘Aisyah Radhiyallahu 'Anha,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِي تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطَهُورِهِ وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ
Adalah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam suka mendahulukan yang kanan dalam memulai memakai sandal, menyisir rambut, bersuci, dan dalam segala hal.” (Muttafaq Alaihi)
Imam Nawawi Rahimahullah mengatakan, “disunnahkan mendahuluan yang kanan dalam perkara takrim (mengandung kemuliaan) seperti wudhu, mandi, memakai baju, sandal, khuf (semacam kaos kaki), celana, saat masuk masjid, bersiwak, memakai celak, memotong kuku, mencukur kumis, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut, salam dalam shalat, keluar kamar kecil, makan, minum, bersalaman, menyentuh hajar aswad, mengambil, memberi, dan perkara lain yang semakna. Dan disunnahkan mendahulukan yang kiri dalam perkara yang menjadi lawannya; seperti buang ingus, istinja’, memasuki kamar kecil, keluar dari masjid, melepas khuf, melepas celana, baju, dan sandal, dan melakukan sesuatu yang kotor, dan semacamnya. (Al-Majmu’: 1/418)
Lajnah Daiman berkata, “Perkara dalam hal ini luas. Tidak apa-apa memakai jari jemari kedua tangan semuanya sebagaimana yang nampak dari hadits Yusairah terdahulu. Tetapi menggunakan jari jemari tangan kanan dalam hal itu adalah yang paling utama.” (Fatawa Lajnah Daimah: 7/105-107)
Penutup
Sesungguhnya perkara ini dalam wilayah anjuran dan afdhal (keutamaan) saja. Bukan dalam wilayah maksiat dan penyimpangan sebagaimana yang dipahami orang yang mewajibkan menghitung tasbih dengan tangan kanan saja. Karena lafadz “bil Anaamil” itu mencakup jari jemari kedua tangan juga.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin (dalam Majmu’ Fatawa Al-Syaikh Al-Utsaimin: 13/243) ditanya tentang menghitung tasbih, apakah harus dengan tangan kanan saja?
Beliau menjawab, “Sunnahnya, bertasbih dengan tangan kanan. Ini sesuai riwayat Abu Dawud , Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Adalah beliau menghitung tasbih dengan tangan kanannya”. Tetapi tidak boleh tasydid (terlalu keras) dalam masalah ini dengan mengingkari orang yang bertasbih dengan kedua tangannya. Tetapi kami mengatakan: sesungguhnya sunnahnya adalah hanya menggunakan tangan kanan, karena inilah yang disebutkan dari Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan juga karena hal itu lebih utama dan lebih sempurna. Sebab lainnya, bagian kanan didahulukan dalam perkara-perkara terpuji, sedangkan bagian kiri dalam perkara sebaliknya.” Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islamcom]

- See more at: http://www.voa-islam.com/read/doa/2015/01/13/35014/menghitung-zikir-tasbih-harus-tangan-kanan-saja/#sthash.3oM0LNIi.dpuf

Industri Keuangan Syariah Perlu Terus Didorong

Industri Keuangan Syariah Perlu Terus Didorong

JAKARTA (voa-islam.com) - Industri jasa keuangan, baik konvensional maupun syariah, semakin terintegrasi. Hal ini dapat dilihat dari semakin tingginya interkoneksitas antar berbagai sub sektor dalam industri jasa keuangan.
Pada masa lalu, segmentasi antara industri perbankan, pasar modal, dan masih sangat jelas dan seolah-olah terdapat barrierdi antara sub sektor keuangan, sehingga suatu kejadian yang berdampak pada berdampak cukup besar di suatu sub sektor keuangan dampaknya tidak terlalu terasa di sub sektor keuangan yang lain.
Saat ini barrier tersebut semakin tidak tampak dan interkoneksi di antara perusahaan-perusahaan keuangan semakin intens, baik di antara para perusahaan keuangan yang berdiri sendiri, mupun perusahaan-perusahaan dalam satu group/konglomerasi keuangan.

Realitas yang terjadi di industri keuangan tersebut, menuntut adanya suatu pendekatan yang berbeda dalam mengembangkan industri keuangan syariah, serta dalam melakukan pengawasan terhadap entitas keuangan dan pasar keuangan secara umum. Semakin diperlukan adanya infrastruktur, kemampuan sumber daya manusia, dan business process yang semakin sophisticated, baik dari sisi pelaku bisnis keuangan syariah maupun dari sisi regulator.

Saat ini pangsa pasar industri keuangan syariah di Indonesia masih relatif kecil apabila dibandingkan dengan industri keuangan konvensional yaitu berkisar 4,9 persen untuk perbankan syariah, 4,5 persen untuk NAB Reksa Dana Syariah, 3,2 persen untuk nilai Obligasi Syariah/Sukuk dan 3,1 persen untuk IKNB syariah. Kondisi ini memberikan tantangan sekaligus peluang bagi pengembangan ke depan. 

Industri keuangan syariah perlu terus didorong untuk terus bertumbuh dan meningkatkan daya saing, ketahanan, serta kemanfaatannya bagi perekonomian nasional. OJK sebagai lembaga pengatur dan pengawas di industri keuangan syariah memiliki fungsi dan kewenangan untuk melakukan integrasi arah kebijakan, strategi dan tahapan pengembangan industri keuangan syariah. Mengingat efisiensi, daya saing dan kemanfaatan industri keuangan syariah bagi perekonomian juga dipengaruhi oleh volume usaha di industri keuangan syariah, maka OJK terus mendorong akselerasi pertumbuhan melalui edukasi, dan pengembangan pasar.

Selain itu, dalam upaya meningkatkan perkembangan industri perbankan syariah, OJK tengah melakukan pengawasan perbankan dan lembaga keuangan non perbankan berbasis syariah dalam satu koridor konglomerasi untuk mengendalikan resiko.

Gubernur BI, Agus DW Martowardojo, mengatakan, diselenggarakannya Indonesia International Conference on Islamic Finance 2014 di Surabaya ini merupakan wujud kesiapan OJK, termasuk dalam penerapan konsep ekonomi syariah. 

"Ini merupakan kesiapan OJK, yang tadi telah dilaksanakan ‎MoU dengan IDB. Termasuk soal zakat, dengan pengelolaan zakat internasional," katanya, di Surabaya 3 November 2014.

Menurutnya, seminar tersebut diselenggarakan dalam rangka mengelaborasi berbagai hal terkait implementasi keuangan syariah menghadapi berbagai kondisi dan perkembangan yang terjadi. Selain itu, juga untuk mendorong pengembangan keuangan dan mengomunikasikan perkembangan keuangan syariah Indonesia. 

Agus berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mampu mengawasi pertumbuhan sistem keuangan syariah. Sebab tiap tahun industri ini mampu tumbuh sebesar 10 - 30 persen. Selain itu industri perbankan syariah juga memiliki daya tahan kuat tekanan pelemahan rupiah. (vv/adv/voa-islam.com)


- See more at: http://www.voa-islam.com/read/syariahbiz/2014/11/05/33762/industri-keuangan-syariah-perlu-terus-didorong/#sthash.yrk8MYqx.dpuf

Apa Perbedaan Antara Bank Syariah Dengan Bank Konvensional?

Tanya Jawab : Apa Perbedaan Antara Bank Syariah Dengan Bank Konvensional?

Pertanyaan:
Saat ini orang masih bingung dalam bertransaksi ke bank syariah atau koperasi syariah karena margin bagi hasilnya sama dengan bank konvensional bahkan lebih besar. Jika demikian apa perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional.
Jawaban:
Yth Syafaat Muhari.
Terima kasih kepada Bapak/Ibu (namanya) atas pertanyaannya. Mengenai mengapa pembiayaan bank syariah lebih mahal dibanding bank konvensional, hal tersebut tidak dapat digeneralisir bank syariah tidak sesuai dengan syariah karena harga pembiayaan/kredit kembail kepada strategi dan manajemen bank syariah bersangkutan.
Maka bukan berarti harga pembiayaan bank syariah yang lebih murah dibanding bank konvensional adalah sudah sesuai dengan syariah. Perlu diketahui bahwa falsafah dasar yang membedakan antara bank konvensional dengan bank syariah bukan terletak pada berapa bunga atau bagi hasil baik pada produk simpanan (funding) maupun pembiayaan/kredit (financing/lending).
Falsafah dasar yang membedakan bank konvensional dengan bank syariah terletak pada bagaimana proses lembaga keuangan menjalankan usahanya. Bank konvensional menjalankan usahanya dengan sistem bunga yang merupakan sesuatu yang riba dan diharamkan.
Sedangkan dalam bank syariah sistem yang digunakan harus sesuai dengan prinsip syariah, seperti dengan sistem bagi hasil, jual beli dan sewa.
Analoginya dapat dijelaskan sepeti ini; misalnya Restoran A menyajikan ayam goreng yang mana ayamnya tidak disembelih secara Islami, sedangkan restoran B juga menyajikan ayam goreng dan disembelih secara Islami. Rasa dari ayam goreng di kedua restoran tersebut sama, akan tetapi harga ayam goreng di restoran B lebih mahal dibanding restoran A. Jika kasusnya demikian, ayam goreng manakah yang kita pilih?
Apakah kita lantas menilai bahwa restoran B tidak Islami hanya karena harganya lebih mahal?
Demikian juga di bank syariah, meskipun harga pembiayaanya lebih mahal bukan berarti tidak syariah, karena prosesnya sendiri juga telah sesuai dengan koridor syariah dimana sistem bunga sudah diharamkan. Harga pembiayaan yang mahal lebih berkaitan dengan strategi dan manajemen bank syariah bersangkutan. Islam tidak hanya memandang hasil akan tetapi juga sangat memperhatikan proses.
Demikian semoga membantu.
Wallahu A’lam Bishshawab.


- See more at: http://www.voa-islam.com/read/syariahbiz/2015/01/26/35270/tanya-jawab-apa-perbedaan-antara-bank-syariah-dengan-konvensional/#sthash.yJOnSSzJ.dpuf