Kamis, 11 September 2014

Makalah sistem etika bisnis islam

A.      Sistem Etika Bisnis Islam
Sistem bisnis yang bersumber pada ajaran non-Islam ternyata telah menyebabkan malapetaka ekonomi, baik di dunia Barat maupun Timur. Malapetaka tersebut antara lain semakin membengkaknya jumlah pengangguran dimana-mana, jumlah orang miskin semakin hari terus meningkat. Faktor penyebabnya karena bisnis yang dipraktikkan oleh para pelakunya hanya berorientasi pada keuntungan materi (profit) semata, tanpa menghiraukan nilai-nilai luhur (kebajikan) kemanusiaan. Mereka banyak mempraktikkan sistem ribawi (bunga) yang hanya menguntungkan pemilik modal, sementara pihak pengutang terus terbebani untuk melunasi pinjaman pokok beserta bunganya.
 Untuk mengatasi keprihatinan ekonomi itu, Islam sebagai agama fitrah dan rahmatan lil’alamin memberikan solusi terbaik yang bisa mengatasi manusia dari keterburukan. Islam menawarkan konsep bisnis yang bersih dari berbagai perbuatan kotor dan tercela yang jauh dari keadilan, juga sebuah konsep yang memiliki visi yang jauh ke depan. Namun demikian yang dikejar dalam Islam tidak hanya keuntungan duniawi semata, tetapi keuntungan materi yang halal yang penuh barakah yang akan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Al-Quran juga menegaskan bahwa bisnis itu adalah tindakan yang halal dan dibolehkan. Perdagangan yang jujur dan bisnis yang transparan sangat dihargai, direkomendasikan dan dianjurkan. Bisnis yang benar-benar sukses menurut al-Quran adalah bisnis yang dapat membawa keuntungan pada pelakunya dalam dua fase kehidupan yang fana dan terbatas yakni dunia, sekaligus kehidupan yang abadi dan tidak terbatas yakni akhirat. Adalah merupakan tindakan yang bijaksana bagi seorang pelaku bisnis apabila dalam tindakannya mampu meninggalkan keuntungan yang cepat namun fana, demi mengejar keuntungan yang lama, namun abadi.[1]
Objek Etika Bisnis Islam apabila dilihat dari pelaku atau pengelola dalam melakukan bisnis atau usaha yang pada dasarnya secara sederhana dapat dilakukan individu-individu tertentu, namun ketika manusia menyadari keterbatasan dirinya dan semakin banyak tantangan di dunia bisnis yang akan dihadapi. Sehingga semakin banyak bisnis yang hanya mungkin dapat dilaksanakan oleh suatu usaha bersama antar individu-individu yang terorganisasi dalam suatu organisasi yakni dalam bentuk perusahaan, persekutuan, koperasi, atau perseroan terbatas. Akan tetapi, ketika bisnis masih dilakukan oleh individu-individu tertentu, maka bisnis masih merupakan aktivitas yang dapat menimbulkan efek-efek yang kompleks kecuali pada individu-individu yang bersangkutan. Namun setelah bisnis dilakukan secara terorganisasi dengan melibatkan banyak individu dalam manajemen perusahaan serta menimbulkan efek-efek sosial yang bertumpu pada penyeimbangan berbagai macam kepentingan dari sudut pandang bisnis sebagai aktivitas maupun sebagai entitas yang terlepas dari etika.[2]
Sejumlah parameter kunci sistem etika Islam telah terungkap dan dapat dirangkum sebagai berikut:[3]
1.      Berbagai tindakan ataupun keptusan disebut etis bergantung pada niat individu yang melakukannya. Allah Maha Kuasa dan mengetahui apapun niat kita sepenuhnya dan secara sempurna.
2.      Niat baik yang diikuti tindakan yang baik akan dihitung sebagai ibadah. Niat yang halal tidak dapat mengubah tindakan yang haram menjadi halal.
3.      Islam memberikan kebebasan kepada individu untuk percaya dan bertindak berdasarkan apapun keinginannya, namun tidak dalam hal tanggung jawab dan keadilan.
4.      Percaya kepada Allah SWT memberi individu kebebasan sepenuhnya dari hal apapun atau siapapun kecuali Allah.
5.      Keputusan yang menguntungkan kelompok mayoritas ataupun minoritas tidak secara langsung berarti bersifat etis dalam dirinya. Etika bukanlah permainan mengenai jumlah.
6.      Islam mempergunakan pendekatan terbuka terhadap etika, bukan sebagai sistem yang tertutup, dan berorientasi diri sendiri. Egoisme tidak mendapat tempat dalam ajaran Islam.
7.      Keputusan etis harus didasarkan pada pembacaan secara bersama-sama antara al-Qur’an dan alam semesta.
8.      Tidak seperti sistem etika yang diyakini banyak agama lain, Islam mendorong umat manusia untuk melaksanakan tazkiyah melalui partisipasi aktif dalam kehidupan ini. Dengan berperilaku secara etis di tengah godaan ujian dunia, kaum muslim harus mampu membuktikan ketaaannya kepada Allah SWT.

B.       Tujuan Umum Etika Bisnis dalam Islam
Dalam hal ini, etika bisnis Islam adalah merupakan hal yang penting dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis profesional. Sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Syahata, bahwa etika bisnis Islam mempunyai fungsi substansial yang membekali para pelaku bisnis, beberapa hal sebagai berikut :
1.      Membangun kode etik Islami yang mengatur, mengembangkan dan menancapkan metode berbisnis dalam kerangka ajaran agama. Kode etik ini juga menjadi simbol arahan agar melindungi pelaku bisnis dari resiko.
2.      Kode etik ini dapat menjadi dasar hukum dalam menetapkan tanggungjawab para pelaku bisnis, terutama bagi diri mereka sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat, dan di atas segalanya adalah tanggungjawab dihadapan Allah SWT.
3.      Kode etik ini dipersepsi sebagai dokumen hukum yang dapat menyelesaikan persoalan yang muncul, daripada harus diserahkan kepada pihak peradilan.
4.      Kode etik dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang terjadi antara sesama pelaku bisnis dan masyarakat tempat mereka bekerja. Sebuah hal yang dapat membangun persaudaraan (ukhuwah) dan kerja sama antara mereka semua.
Etika bisnis dalam Islam memposisikan pengertian bisnis yang pada hakikatnya merupakan usaha manusia untuk mencari keridhaan Allah SWT. bisnis tidak bertujuan jangka pendek, individual dan semata-mata keuntungan yang berdasarkan kalkulasi matematika, tetapi bertujuan jangka pendek sekaligus jangka panjang, yaitu tanggung jawab pribadi dan sosial masyarakat, Negara dan Allah SWT. [4] 

C.      Sistem Paradigma Etika Berbisnis dalam Islam
Bagi seorang muslim, kemapanan paradigma (pola pikir/cara pandang) konvensional akan arti manusia sebagai ‘ Homo economicus’ (pelaku ekonomi yang mencari keuntungan bagi dirinya tanpa mengindahkan kepentingan orang lain) tidak sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai etika Islam. Oleh sebab itu, konsep moral dalam perspektif Islam dikeluarkan pada saat pencerahan aksioma-aksioma yang sudah terlanjur terkenal (dari sistem kapitalis misalnya).
Ada beberapa ciri khas etos kerja Islami yang dapat diakomodir dari implementasi nilai Islam dalam al-Qur’an dan al-Hadits, seperti sebagai berikut menghargai waktu, ikhlas, jujur, komitmen kuat, istiqamah, disiplin dalam kerja dan lain sebagainya.[5]
Adapun penerapan etika bisnis dapat dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu; individual, organisasi, dan sistem. Pertama, pada tingkat individual, etika bisnis mempengaruhi  pengambilan keputusan seseorang atas tanggungjawab pribadinya dan kesadaran sendiri, baik sebagai penguasa maupun manajer. Kedua, pada tingkat organisasi, seseorang sudah terikat kepada kebijakan perusahaan  dan persepsi perusahaan tentang tanggungjawab sosialnya. Ketiga, pada tingkat sistem, seseorang menjalankan kewajiban atau tindakan berdasarkan sistem etika tertentu. 
Realitasnya, para pelaku bisnis sering tidak mengindahkan etika. Nilai moral yang selaras dengan etika bisnis, misalnya toleransi, kesetiaan, kepercayaan, persamaan, emosi atau religius hanya dipegang oleh pelaku bisnis yang kurang berhasil dalam berbisnis. Sementara para pelaku bisnis yang sukses memegang prinsip-prinsip bisnis yang tidak bermoral, misalnya maksimalisasi laba, agresivitas, individualitas, semangat persaingan, dan manajemen konflik.[6]
Sistem paradigma etika berbisnis dalam Islam antara lain Islam ditujukan sebagai rahmatan lil’alamin, jangkauan Islam mencakup semua aspek kehidupan, tidak ada bagian kehidupan yang terlewatkan oleh Islam, bagian dari total kehidupan adalah dunia bisnis dan lain-lain.[7]

D.      Perbedaan Sistem Etika Bisnis Islam dan Non-Islam
Sistem etika bisnis Islam berbeda dari sistem etika sekuler dan dari ajaran moral yang diyakini oleh agama-agama lain. Etika sekuler ini mengasumsikan ajaran moral yang bersifat sementara dan berubah-ubah karena didasarkan pada nilai-nilai yang diyakini dari pencetusnya. Misalnya epicurianisme atau ajaran tentang kebahagiaan demi kebahagiaan semata.
Pada saat yang sama, ajaran moral yang diyakini oleh sejumlah agama lain seringkali terlampau menekankan nilai-nilai yang mengabaikan keberadaan kita di dunia ini. Sebagai contoh, ajaran Kristen yang terlampau menekankan kedudukan biara telah mendorong pengikutnya untuk menyingkir dari hiruk-pikuk dan kesibukan kehidupan sehari-hari.
Untuk ajaran Islam yang melekat dalam sistem etika bisnis Islam menekankan hubungan manusia dengan Sang Pecipta. Kaum Muslim memiliki ajaran moral yang tidak terikat waktu dan tidak dipengaruhi oleh prilaku manusia. Ajaran etika bisnis Islam dapat diterapkan sampai pembuatan keputusan bisnis Muslim, sifat egoisme tidak mendapatkan tempat dalam Islam.[8]
Perusahaan dalam sistem bisnis (ekonomi) Islam adalah perusahaan keluarga, bukan Perseroan Terbatas yang pemegang sahamnya dapat menyerahkan pengelolaan perusahaan begitu saja pada orang yang ditunjuk sebagai manajer yang digaji. Sehubungan dengan sistem ini, maka tidak ada perusahaan yang menjadi sangat besar, seperti di dunia kapitalis barat, tetapi juga tidak ada perusahaan yang tiba-tiba bangkrut atau dibangkrutkan.
Misalnya dalam perusahaan yang Islami gaji karyawan dapat diturunkan jika perusahaan benar-benar merugi dan karyawan juga mendapat bonus jika keuntungan perusahaan meningkat. Buruh muda yang masih tinggal bersama orang tua dapat dibayar lebih rendah, sedangkan yang sudah berkeluarga dan punya anak dapat dibayar lebih tinggi dibandingkan rekan-rekannya yang masih muda.[9]

[1] Muhammad Jakfar, Agama, Etika, dan Ekonomi,(Malang: UIN-Malang Prees, 2007), hlm.127-132
[2] http://duniailmuweb.blogspot.com/2012/05/bab-i-pendahuluan_29.html
[3] Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 31-32
[4] http://makalah-perkuliah.blogspot.com/2012/04/etika-bisnis-dalam-ekonomi-islam.html
[5] http://virgikastamasoar.blogspot.com/2012/12/etika-bisnis-dalam-islam.html
[6] http://makalah-perkuliah.blogspot.com/2012/04/etika-bisnis-dalam-ekonomi-islam.html
[7] http://danusiri.dosen.unimus.ac.id/2012/03/01/etika-bisnis-menurut-islam/
[8] Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 15
[9] Bambang Rudito dan Melia Fameola, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia, (Bandung: Rekayasa Sains, 2007), hlm.56

Tidak ada komentar:

Posting Komentar